Menunggu, tidak selalu menjadi hal yang buruk.
Terkadang ia adalah anugerah, pada posisi ini, saat sedang merasakan kesunyian, saya bersyukur masih dapat menunggu. 


***

Kesunyian, mungkin telah menjadi sebuah keniscayaan hidup, pada beberapa episode yang kita jejaki dari waktu, akan ada kesunyian menyapa di sana, dan sunyi paling berat dalam hidup saya, dimulai setelah saya menikah. Di tiap pagi menjelang, mengantarnya melangkah keluar rumah, saya harus menghela nafas mengetahui bahwa rasa sunyi yang berkomplot dengan kehampaan akan bertahta di hati saya, hingga ia kembali pulang di malam hari.

Sehari, dua hari,,,, berhari-hari... dan setiap hari seperti itu, entah mengapa kesunyian dan menunggu adalah dua buah berkah bagi saya. Saat sunyi, seluruh kebaikan yang ia ulurkan memburu ingatan saya untuk mengenang semuanya, dari sunyi ke menunggu dengan hati sesak dipenuhi rindu untuk menyambutnya kembali di ambang pintu, itulah dua rasa yang menguasai hati saya selama hampir 5 tahun.

Saya ingin terus memiliki keduanya, sunyi dan menunggu itu.

Kesunyian memberi saya ruang untuk mengenang, merindu, mengevaluasi cinta di hati saya, dan memberi kelapangan untuk mengecilkan semua salah yang pernah ada di antara kami lalu mengakhirinya denga maaf.

Dan menunggu...

Menunggu membuat saya bersyukur, bahwa saya memilikinya, membuat saya lebih banyak mengirim doa agar ia baik-baik saja dan akan kembali kepada saya, dengan cinta yang lebih besar dari hari kemarin.


# memaknai sunyi tanpa adanya.
semalam belum berlalu, dan rindu telah menghabisiku.
ah, Kakak...