Tulisan ini, heheh… entah mengapa ingin membuat tulisan ini. 

Allahumma yassir..@ bandara sultan hasanuddin,menuju jakrta..

Sebuah rasa syukur tiba-tiba hadir di hati saya membaca statusmu itu,,,  syukur juga sesal. Sehari sebelumnya saya masih melihatmu duduk di Ga’de Daeng bersama Male, Mama, dan juga entah siapa… sayang saya melihatmu dari balik kaca mobil, bahkan untuk menyapa sebelum kepergianmu juga tidak kulakukan.


Rasa syukur itu bukannya karena tidak akan melihatmu lagi,( saya benar-benar jahat jika seperti itu… ), rasa syukur itu seperti sebuah kelegaan dari memahami  tahun yang kamu lewati hanya berdua dengan cha-cha, huah… itu adalah hal terberat dalam versi saya sebagai seorang istri. Dan kamu melewatinya dengan sabar, mungkin itu adalah bagian dari anugrah suami bernama Sabar… heheh..

Sejujurnya, saya kaku jika menuliskan sesuatu secara khusus untuk seseorang, laku melankolis saya kambuh dan hampir membekukan seluruh yang ingin saya ucapkan, tapi sungguh, saya ingin menulis ini… secara khusus, dari dalam hati saya… untuk seorang teman yang menempuh hidup baru “kedua” dalam hidupnya. Sebab  saya tidak dapat memberikan hal yang lain, saya tidak tahu bagaimana menjadi teman yang baik, bahkan untuk melepas kepergian sementara seorang teman karib… :(

Saya sangat tahu, atau mungkin saya sok tahu, ima yang saya kenal tidak suka cara lebay seperti ini… tapi hanya ini yang benar-benar bisa saya lakukan untuk mengantarmu menjejaki hidup baru di negri orang,…

Mungkin akan ada kesulitan di sana, orang-orang asing, tempat tinggal asing, bahasa asing… tapi keberuntungan menjejaki sebuah negri lebih besar dari keterasingan yang biasa itu. Tidak akan lama ketika kamu menjumpai sahabat yang seolah telah lama mengenalnya, saudara yang merasakan sakit ketika kita terluka, dan yang ikut tersenyum jika kita bahagia. Lebih dari apapun, segalanya akan terasa lapang dan baik-baik saja jika bersama suami… :) Allahu ma'ak...

Ah, bagian terpenting dari tulisan ini sebenarnya adalah harapan besar saya, bisa merasa dekat meski jarak itu membelah waktu dan ruang kita. Saya akan selalu menunggu kabar dari hidup indahmu di sana, kembalilah menulis seperti saat santri dulu, (menulis ini saya kembali pada kenangan saat mencungkil buku diary yang selalu kamu simpan semberono itu.. hehe), yah, saya rindu untuk kembali membaca hidup sahabat-sahabat saya. Itu lebih mengesankan dari membaca kehidupan sepuluh (??) murid Belitung yang di tulis Andrea Hirata, bagiku, kisah seorang sahabat adalah bagian terbaik yang pernah saya baca, itu karena kalian amat dekat. Tak jauh untuk saya mengukur diri sebab kita telah menghabiskan berpuluh tahun dalam ruang kelas yang sama dan menjejak tanah kanak-kanak, remaja dan “hampir” dewasa juga bersama…

Saya menunggu kabar. Selalu.
Salam untuk Kak Sabar dan Cha-Cha, semoga adiknya cepat nyusul.. ^^

# catatan kecil, mencoba mengantarmu dengan layak... 
Madinah, tempat dengan jejak sejarah yang tak habis, semoga sejarah hidupmu pun tercipta indah di sana...