Aku masih berlari, meski terkadang karena letih aku harus
berjalan tertatih, tapi langkah gontaiku tak pernah sekalipun kuizinkan untuk
menyerah.
Hanya kali ini, aku berhenti melangkah, bukan…. Bukan karena
menyerah, tapi sesuatu menggodaku untuk memikirkan kemana langkahku selanjutnya
akan kubawa, bukankah mempertanyakan hidup adalah bagian dari hidup itu sendiri… ( kata siapa? ) heheh...
“Hidup yang tidak pernah dipertanyakan, sesungguhnya adalah hidup yang tak pernah layak untuk diteruskan” .... ini yang dikatakan Socrates....
“Hidup yang tidak pernah dipertanyakan, sesungguhnya adalah hidup yang tak pernah layak untuk diteruskan” .... ini yang dikatakan Socrates....
Belakangan, atau tepatnya April Mei Juni yang berputar di
langit waktuku sedikit terasa hambar, kaku… dan rapuh. Banyak hal yang
kurencanakan tapi terperangkap dalam batas-batas yang tidak kumengerti, apakah
itu batas dari sebuah aturan bernama pernikahan, ataukah aku sendiri yang
membuat pagar dan memagari mimpiku lalu menyalahkan aturan agung itu.
Aku lupa, bagaimana mengawali hari dengan semangat dan
menutupnya dengan senyum, aku lupa bahwa siang tak selalu benderang dan malam
pekat dibalut gelap, tak selalu seperti itu… layaknya hidup, yang engkau pikir
baik bagimu belumlah tentu itu baik, dan yang engkau pikir buruk bagimu,
mungkin tidaklah seburuk yang kau pikirkan.
Klise.
Yah… kalimat seperti
itu terlampau klise, tapi tetap dalam untukku. Aku, yang selalu tertipu menilai
nasib, apakah ini baik atau buruk bagiku, dan kembali lupa… bahwa Allah-lah
yang menggemgam baik dan buruk itu, melepasnya pada kita sesuai perasangka kita
kepadaNya.
Aku kembali melangkah.
Bersahabat dengan nasib, baik dan buruk bukanlah tugasku
menilainya, menjalaninya dengan baik adalah satu-satunya cara untuk menepi pada
klimaks yang indah… sebab hidup bukanlah
kumpulan anti klimaks, selama ada mimpi yang terus diperjuangkan disana…
dengan do’a… dengan prasangka baik yang kita kalungkan pada takdirNya.
Saat aku percaya pada akhir baik yang Allah siapkan untukku,
aku harus kembali percaya pada diriku untuk menjemput akhir baik itu, bersabar
dalam tiap langkah menggapainya, dan sekali lagi… tidak menyerah pada peluh dan
lelah yang menamakan dirinya “kegagalan” di depan mataku.
###
Bimbangku kumat lagi saat menulisakan ini, tapi Hahah…
sungguh, saat menulis, aku menyadari banyak hal, saat menulis aku bisa menculik
maksud yang bersembunyi dalam ketidak-mengertianku pada sesuatu, dan aku
berhenti disini…. Untuk menulis dan membaca diriku. Mengingat apa yang sempat
terlupa oleh akal manusiaku.
Itulah mengapa menulis mencuri begitu banyak cinta di hatiku… ( lebay..) heheh… biarlah… :) |
0 Comments