Adik.

Sudah lama tidak melihatnya. Seorang adik yang kesepian nun di tanah Manado sana, kabar terakhir kudengar ia sedang mengukuhkan diri sebagai lelaki... tak ingin jadi beban hidup lagi, maka ia mulai menyadari arti tetesan keringat seorang lelaki.. bahwa lelaki tanpa jerih payah akan dicampakkan kehidupan. Itu pasti... tentu.

Masihkah saya kakaknya? Saya tidak selalu bisa mengingat hari ultahnya, ah... bahkan bodohnya, saya tidak tahu berapa umurnya kini, yang kutahu... ia sedang beranjak dewasa, melangkahi kelabilan masa remajanya.
Ada sebersit ngilu saat membaca pesan yang ia kirim lewat FB, baru saja...

“Saya tidak akan pulang kecuali 2 hal kak, pulang dengan cita-cita, atau dengan jasad tanpa nyawa. Panggil saya pecundang jika pulang tanpa apa-apa...”

Sedikit saja, sebelum saya mulai akut pada sisi melankolis diriku...

“Sebesar apapun kesalahan yang pernah kau perbuat, Kasih sayang Allah dan AmpunanNya, sungguh lebih luas dari langit dan bumi... tetaplah melangkah, setiap kali matahari terbit, itu adalah hari baru untukmu, jangan kotori ia dengan salah masa lalu...”

Ah, adikku, semoga Allah senantiasa menjagamu, seperti nama yang dengan penuh cinta diberikan Bapak dan Mama. Hifzullah.