Apa yang menjadikan sebuah pernikahan, “mitsaqan galiza” itu menjadi ringan saat melangkahinya. Itu adalah doa. Lirih-gumam ucap Barakallah dari orang-orang tulus yang mengantarkan hidup baru kita.

Dalam RJ, seperti yang kukatakan, kami sepenuhnya adalah saudara.

Maka berita gembira tentang seorang teman yang akan  menikah akan menyibukkan kami seoalah kami adalah calon mertua sang calon mempelai.

“Dengan siapa? Namanya? Imannya ? Orang mana? Apa pekerjaannya? Jadi di mana nanti tinggal kalau sudah nikah? Baik ji akhlaknya? Bla… bla.. bla… “

Kami selalu terpancing untuk sibuk bertanya seperti itu, meskipun pada akhirnya selalu ada ucap doa : ”semoga itu yang terbaik untuknya… “

Lalu kesibukan lain adalah menemani malam terakhirnya sebelum besok ia menjadi milik orang lain, mendekor kamar pengantinnya sambil bercerita hal-hal ringan tentang pernikahan besok, tentang masa lalu, dan kemungkinan tentang kita suatu hari nanti…  


Ah, RJ… ini sebenarnya hanyalah tentang kerinduanku pada waktu lalu. aku selalu tertawa jika menyadarinya. sungguh,  ini seperti aku bertemu kalian di pagi hari dengan seragam hitam putih, lalu di sore hari kembali menjumpai kalian dengan pakaian pengantin, dan esoknya kita bertemu dengan anak-anak yang menggelayut dalam gendongan kita. Waktu seperti berlari  sangat –sangat cepat.

 





Hari pernikahan kita, hari di mana putra putri kita akikah, aku tahu… itu selalu menjadi bagian dari kebahagiaan kita bertemu. 



















hufft..
Sekali lagi Barakallahu untuk setiap kita yang telah menggenapi separuh agama ini.   

Dan semoga, yang belum di antara kita segera menemukan imam terbaik yang Allah pilihkan untuknya... :)

#amiin..