Kau tahu Inuyasha? Ah, aku berharap kau tahu tokoh kartun itu.


Selepas marah dan mengeluarkan kekata serapah padamu, aku memikirkan bagaimana menyedihkannya aku dengan sifat buruk seperti itu. Yang tiap kali marah, aku seperti siluman gila yang meraung, atau –katakan saja– nampak seperti seorang yang kerasukan ratu para setan.

Aku juga memikirkan, beberapa bait nasehatmu dulu, : “ sifatmu itu yang akan menghancurkanmu”.  Yah…. Aku tahu, aku memang akan hancur jika terus seperti itu.


Tapi, bolehkah aku sedikit merepotkan ingatanmu tentang sesuatu yang berkaitan dengan diamku? Seingatmu, pernahkah aku mendiamkanmu tanpa memberi tahu padamu alasannya? Pernahkah aku marah padamu tanpa mengatakan mengapa aku marah? Ya, aku selalu memberi tahu alasannya, aku selalu menjelaskan perihal kemarahanku padamu. Ingatkah kau?

Tidak sepertimu bukan?

Yang tiba-tiba diam dengan wajah murung tanpa kutahu sebabnya,  tiba-tiba bahkan untuk menegurku terasa sangat berat, ­­-- aku tahu itu dari nada suaramu --, tiba-tiba mendiamkanku berhari-hari tanpa penjelasan.

Kita sudah lama bersama, dan semua “hal tiba-tiba”  itu telah berulang kali membuatku beku padamu, tidakkah kau bisa menarik sedikit kesimpulan bahwa aku benar-benar tidak suka itu .


Tapi selalu, saat aku berusaha mengucap sepatah kata tentang alasan….. yang kutemukan adalah kita telah saling bisu di sudut masing-masing. Yang kutakutkan, kita akan menua dengan cara seperti ini.


Dan lebih dari seluruh ketakutan yang ada, aku takut pada diriku sendiri. Sesungguhnya.

*buang penatku saja ...