Aku tidak benar-benar tahu sedang melakukan apa saat menuliskan ini, selain mengurai akar kegilaan yang mulai menyerabut di hatiku, yang kutahu dan benar benar kusadari saat menuliskan ini, adalah bahwa aku sedang jatuh cinta. Pada seorang perempuan.

Percayalah, aku belum pernah menuliskan hal macam ini, meski cinta yang kurasa serupa anggur yang memabukkan, tapi tiap kata yang berderet dalam kalimat ini kutulis dengan seutuh sadar dan kewarasan yang kumiliki.

Bahkan pada lelaki yang paling kucinta, aku tidak –atau belum- pernah seserius ini menyatakan perasaanku. Sejak menemukan perempuan itu dalam suatu bait puisinya -pasungan masa-masa-, aku tahu, ia telah menawanku pada rasa kagum yang mungkin ‘kan kekal.

Di suatu kanak, dari lidahmu
kau sesap susu pada buah dadanya
demi menghidupi badanmu yang tengah tumbuh
Ia serah.

Di belahan dewasa, dari kerongkonganmu
yang telah mengeringkan air susunya, menelur
serapah yang menghidupi lukanya hingga tak
henti menyusu air mata
Ia pasrah.

Di sebuah masa yang entah
apiapi akan mengendapkan lagi setiap bulir air susu dari
badanmu serupa minyak tanah; menjadi bahanbahan bakar.
airair mata dari tubuhnya takkan lagi menjelma
salju kecuali nanah yang terpaksa kau kunyah demi selamanya.
Ia tak lagi berdoa
.

Orang-orang yang mengenalnya mungkin juga merasai yang kurasa, atau lebih gila lagi padanya. Cinta dan kegilaan, apakah mereka saudara kembar dari satu sel zigot? Ah...

Tapi biar kukatakan hal lain tentang mencintai perempuan yang satu ini.

Rasa haus!

Iya, saat membaca tulisannya, tak ubahnya aku musafir dengan sebuah perahu kecil yang karam di lautan.  Tiap kalimat dan sajak yang ia hitamkan dengan tinta seumpama air laut yang tak kan meredakan dahaga meski kau terus menenggaknya.

Dan aku, -mungkin juga yang lain- bisa dengan senang hati menahan derita dahaga demi menanti sebuah kalimat atau sepatah sajak yang ia tulis sepenuh rasa.

Nah, sebelum aku lupa mengatakannya, perempuan itu kukenal dengan nama : Azure Azalea