tepi pantai desa Mangindara, 3 Desember 2017

Ini harusnya jadi catatan penutup tahun, tapi karena sibuknya baru bisa menulis sekarang.

2017.

Saya menjalani kuliah s2 sambil mengajar mapel Arabic di SPIDI saat Allah SWT memberi saya amanah untuk mengandung anak keempat. Ini adalah kehamilan yang indah, Allah mengijabah do’a saya akan kehadiran anak perempuan dan sekaligus menjadikannya ujian, untuk semua rasa dalam proses ujian itu, saya menemukan begitu banyak bahagia. Sungguh, pada pahitnya ujian, Allah sisakan manis di kepingan hikmahnya.

Adapun kakak Fathi, tahun ini ia menyelesaikan juz Amma dan mulai menghafal di juz 29. Ia menyelesaikan surah al-Mursalat, al-Muzammil, dan al-Insan sebelum pergantian tahun. Ia tumbuh menjadi lebih dewasa, lebih kritis dan mulai memiliki batasan privasi. Saya menyukuri setiap hari di mana saya bisa melihatnya berangkat ke sekolah dan memeluknya saat ia pulang. Betapa banyak keajaiban yang Allah berikan pada seorang ibu, dari rasa  payah mengandung, sakitnya melahirkan, dan mengagumkannya melihat anak bertumbuh.

Perjalanan rihlah keluarga ke TopeJawa-Takalar. 26 desmber 2017
Rangga, tahun ini ia meninggalkan kursi mungil TK dan mulai mesuk ke kelas SD. Kami menyekolahkan ia di tempat yang sama dengan kakaknya : SDIT Al-Hikmah Maros. Ia masih tidak suka sekolah dan mandi pagi. Mungkin saya pernah menulis tentang ini pada postingan yang telah lalu, hanya saja, meninggalkan tahun 2017 ia mulai menyukai sekolahnya. Terakhir kali bertemu wali kelasnya untuk pengambilan raport, saya diberitahu bahwa Rangga anak yang baik di sekolah, ia memang tidak banyak bergaul dengan teman sekelasnya, tapi ia begitu ia menemukan teman yang nyaman untukknya, ia terlihat sangat menikmati persahabatannya. Gurunya juga bilang, ia anak yang sangat menjaga barang miliknya. Pulpen, buku, tas, dan benda-benda miliknya yang lain, ia jaga penuh. Aku tersenyum mendengarnya. Kupikir,  semoga kelak ia menjaga keimanan dalam dirinya dengan penuh juga, sebab itu adalah pemberian Allah yang terbaik pada hambaNya.  
Ummi dan Rangga sepulang sekolah.
Ayyash, terlalu banyak hal mengagumkan yang terjadi padanya. Karakter sosialnya tumbuh pesat, ia menguasai lingkungan tempat tinggalnya, ia menghafal semua nama temannya, rumah temannya, jumlah saudara temannya, dan kebiasaan-kebiasaan temannya. Ia pandai berkomunikasi, ia bercerita pengalaman bermainnya pada saya dan Abi, ia pandai menunjukkan perasaannya dengan kata yang bahkan tidak kami pikirkan. Saat kematian adiknya, ia sempat berujar : ” ummi, nanti kalau hidup kembali ade Azhimah, mau kukasi’ sebagian uangku”. Ia mengatakannya sambil menghitung lembaran uang tabungannya. Dan saya tahu, ada perih di hatinya saat kehilangan itu.


2017, tahun ini adalah 10 tahun pernikahan saya dan Abi. Ujian pernikahan tak henti-henti. Tapi kami telah berkomitmen apapun riak dalam perjalanan kami, visi utama kami adalah berkumpul di syurgaNya. Maka saling memaafkan adalah keniscayaan. Saya tidak selalu benar, dan Abi tidak selalu salah, itu prinsip sederhana yang coba saya tanamkan dalam diri saya.

Alhmdulillah ala kulli hal…

2017, saya menemukan makna yang dalam tentang keluarga. Itu sebabnya, catatan akhir tahun ini hanya tentang itu saja. Semoga Allah senantiasa menjaga kami, dan Dialah sebaik-baik penjaga.
_____________________________________

Larut malam, 2 Januari 2017.

menemani Abi kerja laporan.