Akan melelahkan bagi kita untuk mengejar sesuatu berlabel “keinginan”, jika itu untuk mengukur kepantasan diri antara kita dan orang lain.


 














Mungkin, atau jangan sampailah diri kita seperti ini… 
  •  Pakaian, Engkau akan diterima jika berpakaian blink-blink penuh pesona, kita kemudian menjadi sulit untuk tampil cantik dengan apa yang kita miliki. 
  • Uang, kau di sebut kaya dengan uang melimpah, lupakah kita jika kekayaan itu adalah merasa cukup dengan apa yang kita miliki. 
  • Cantik, berupa-rupa krim berlapis bedak ini itu, menjadikan wajah kita warna-warni untuk di sebut cantik, sedang hati kita mengemis kebaikan pribadi yang kian hari kian koma.

Untuk waktu sekarang, menjadi sederhana itu mahal, dan di cari..
Mengapa? Karena sudah langka.

Aku mengenali seseorang yang langka itu, tak usahlah ku sebut siapa..
Ia seorang istri, ia, masih dapat bersyukur, penuh senyum tanpa sedih, meski hampir sebulan ia belum di beri uang dapur oleh suami, sehari-hari, untuk makan sayur, ia memetik segala jenis daun yang tumbuh tak beraturan di halaman rumahnya, daun singkong, daun kelor, daun kangkung di halaman belakang tetangganya, rebbung daun katuk, daun kara-kara (gak tau nama ilmiahnya,,, heheh), di olahnya menjadi menu sederhana, sesederhana dirinya yang selalu mampu melapangkan kehidupan rumah tangganya meski keadaan selalu terlihat sulit untuk orang lain.

Ke acara pernikahan pun, ia tidak lah sesibuk tetangganya yang kiri kanan ngutang, kredit, ataupun cicil untuk selembar baju yang akan membuatnya tampak “wah” di pesta nanti, kawan ku ini cukup memilih baju terbaik yang ia punya, menyetrika hingga rapi, dan mengahadiri pesta untuk menyampaikan do’a demi kebahagiaan kehidupan baru sang pengantin, buka untuk remeh-temeh memamerkan keelokan pakaian.

Bersedekah, itu hal utama yang ia ajarkan pada Putra-Putrinya, “jangan pernah takut miskin nak, Rabb kita Maha Kaya..” begitu yang berulang-ulang kali terucap dari mulutnya.

Hm, itu mah miskin! bukan sederhana…
Mungkin begitu pikir kalian,… ah, bukan salah kalian berfikir seperti itu, mengingat betapa tipis makna kata sederhana itu bersanding dengan kesan miskin,

Sebetulnya, si istri tersebut dapat membeli pakaian mewah sebanyak yang ia inginkan, ia juga bisa sehari-hari makan di restoran dan tak usah repot-repot memetik daun-daun sayur di balik pagar halaman rumahnya, hanya saja, ia memilih untuk bahagia melihat orang lain bahagia dengan harta yang di sedekahkannya,  memilih untuk memakai yang ia miliki hingga lapuk dari pada menumpuk harta yang memberatkan perjalanan akhiratnya kelak, memilih untuk tidak mengukur diri dengan apa yang di miliki orang lain, memilih…. UNTUK SEDERHANA.

Itulah mengapa kesederhanaan amat di cintai, sebab yang memilikinya enggan menjadi beban bagi kehidupan orang lain, atau menjadikan kehidupan sebagai beban di pundaknya.