Pernah terpikir mengapa do’a orang terzhalimi menembus langit ketujuh tanpa batas, sekat dan ruang? Ia sampai di sisi Allah, mengetuk keadilanNya dan meminta hak Kemanusiaan nya.
Aku, tidak pernah terpikir hal itu kecuali sebatas janji
Allah pada HambaNya yang terzhalimi. Itu saja. Tapi tiba di hari ini, hari di
mana aku mendapat kesempatan tuk sekedar mengobrol dengan
“tukang timbang”,
yang sehari-hari mengelilingi satu kampug ke kampung lain, rumah ke rumah,
mencari sepotong rongsokan untuk ia timbang dan tukar menjadi beberapa lembar uang seribuan.
“sudah berapa lama?” tanya k’miftah yang menemaniku
menimbang pemanas nasi yang sudah rusak sejak 2 tahun lalu.
“sudah hampir sepuluh tahun pak..”
Wah, lama juga, kataku dalam hati.
Tukang timbang berbaju lusuh dengan lubang-lubang sebesar
lingkar kelereng yang tidak ku tahu namanya itu kemudian berbagi banyak
pengalaman hidup, merantau dari jawa ke sulawesi, mencoba kerja ini dan itu, lalu berakhir dengan pekerjaan sebagai tukang timbang, hingga tiba pada pengalaman pahit saat ia diusir seperti
anjing oleh seseorang.
“wuih mas! Sakit luar biasa hati saya, menangis saya mas! Meski
kerja kotor begini, niat saya putih, untuk makan anak istri, saya pantang
minta-minta mas, lebih baik kerja kotor begini dari pada ngemis, saya juga
pengen sedekah banyak-banyak, malu saya mas kalau bersedekah dari hasil ngemis,
Allah senang dengan hasil keringat hambaNya, bukan begitu kan mas…”
Aku dan K’miftah diam mengangguk angguk.
“kalau di beri pilihan, saya juga mau kaya mas, punya pekerjaan
yang terhormat, siapa sih yang mau hidup miskin!”
Aku tersentak.
Yah! Siapa yang ingin hidup terzhalimi karena miskin. Siap yang
ingin hidup miskin? Allah-lah yang mengatur hidup, menjadikan seseorang kaya
dan miskin dengan kehendaknya.
Itulah sebabnya, Allah menenggelamkan Qarun dan hartanya
karena mengatakan bahwa ia Kaya dengan usahanya sendiri, ia lupa bahwa Allah-lah yang menghendaki kekayaan itu untuknya.
Lalu orang-orang yang terzhalimi? Doa mereka diijabah
karena kebanyakan yang menzhalimi lupa akan keberadaan mereka yang bukanlah
keinginan mereka, tapi kehendak Allah.
Jika terkadang kita befikir bahwa kesuksesan kita hari ini
adalah karena jerih payah, peluh keringat dan lelah derita kita di masa lalu,
mungkin kita benar, tapi salah besar. Allah… Ia ada di tepi usaha kita, agar kita
tidak lupa, untuk menghargai orang di sekliling kita, yang juga telah berpeluh
keringat, tapi tetap berada di bawah langit derita, mereka juga berusaha hidup
dengan baik, hidup dengan sukses, jika pun mereka seperti itu, itu bukan pilihan
mereka.
hujan jatuh satu-satu, Ia pun meminta diri, memohon maaf telah
banyak bicara hal yang tidak penting dan mengganggu waktu kami, “owh, tidak,
kami yang terima kasih sudah diingatkan banyak hal…” jawab k’miftah.
Melepas tukang timbang yang melanjutkan pencarian rongsokan
di bawah guyuran hujan membuat hatiku basah disiram kesadaran arti menghargai.
Ya! Siapa yang ingin hidup seperti itu. mereka hanya menerima takdir di ujung usaha mereka. Itulah mengapa Doa
mereka tak sungkan diijabah langit.
# berbagi bait kesadaran yang mengetuk kealpaanku.
1 Comments
subhanallah, sy jd teringat seseorang phy, teringat jg kejadian persis ini, hmhmh kalau begini lg, teringat fabiayyi aalairabbikumaatukadzibaan...
ReplyDelete