Aku
sangat pandai mengenang, ternyata.
Di
sebuah buku diary yang sejak santri telah menjadi bagian dari hidupku, aku
menemukan sebuah kalimat yang mengesankan namun sedikit menggelikan. Aku ingat
betul, mengapa menuliskan kalimat itu.
“Allahu Rahman…. Jika hamba tak lagi mampu menjaga hati ini,
Kumohon… jagalah “ia”
untukku….”
Doa di
sisipan kalimat sederhana itu, aku menulisnya dengan hati paling galau. Yah,
sepertinya saat itu aku sedang jatuh cinta. Tapi pada siapa, biarlah itu jadi
milik waktu yang sudah selesai.
Kadang-kadang,
aku menyukai diriku sendiri. Ya, kadang-kadang.
Saat membaca
buku diaryku yang setengahnya mulai berwarna pink oleh tulisan tangan yang
dipenuhi rona cinta, aku menyukai bagaimana diriku saat jatuh cinta dulu. Aku
mensyukuri beberapa hal dari diriku yang lalu, tentang bagaimana Ia, (diriku)
mampu tenang dengan didihan api masa remaja.
Aku membaca
satu persatu, lembar demi lembar ketika aku mulai menyukai seseorang, dan aku
tersenyum untuk itu.
“Ah, Rabb…. Bagaimana? bahkan dalam sujudku pun bayangnya hadir…”
Halaman lain..
“Aku memandangnya dari jauh saat ia melintas dengan motornya, itu
sudah cukup. Benar-benar cukup…. “
Di lembar yang lain..
Mimpi semalam, benar-benar tidak masuk akal. Tapi sungguh, itu
menyenangkan….”
Dan tulisan tanganku yang
paling kusuka :
“ Allahu Rabby, lebih indah takdirmu dari apapun, jika Ia bukan
takdirku, berilah aku yang lebih baik darinya. Dan dekap hati ini, agar tak ada
kesia-siaan dalam cinta semu ini….”
Aku tidak
cengeng saat jatuh cinta dulu. Kupikir seperti itu.
Bagaimana
aku cengeng, sebab yang mencuri hatiku terlampau shalih dalam pendanganku. Siang
malam aku sibuk bersaing dengan keshalihannya, saat kudengar ia hidupi malamnya
dengan rakaat-rakaat tahajjud, aku pun melakukannya. Ia berprestasi di kelas,
maka Kulahap buku-buku pelajaranku. Segala hal, aku bersaing dalam sunyi,
diam-diam. Dan kini, aku menghargai diriku di masa lalu yang seperti itu. Tak ada
surat cinta, tak ada janji ketemu, tak ada tatapan mata, dan tak ada umbar
perasaan.
Satu-satunya
yang kukenang dari cinta yang tak takdir itu, adalah keshalihan dirinya yang
menjalari hari-hariku. Hanya itu.
***
Jika aku
tertuduh sedang mengenang seseorang di masa lalu, biarlah sedikit kubela diriku,
bahwa hatiku hendak bersyukur atas kehadiran takdir yang lebih baik darinya.
Aku menghargai cinta yang hadir dahulu, dan mensyukuri cinta yang memenuhiku
saat ini. sesederhana itu saja.
0 Comments