Ada kebiasaan buruk saya yang sebenarnya sangat childish untuk takaran usia kepala dua ini. Yaitu, merasa kurang perhatian lalu kemudian mencari perhatian dengan mengenaskan, contohnya : si Suami 2 bulan ini sibuk luar biassaaahhh, tidak terhitung jumlah malam saya tidur memeluk sepi dan siang saya harus menjadi single parent karena jadwal padatnya yang terus saja menginap di Takalar.

Nah, Desember tahun kemarin adalah finish kontrak kerjanya, itu artinya memasuki bulan Januari tahun ini harusnya dia sudah punya waktu luang untuk membayar semua rasa sunyi dan lelah yang saya rasakan, tapi nyatanya… dia malah menjadi Pewe’ di rumah.

Secara teori Mars-Venus, yah… seharusnya saya bisa bijak memahami kelelahannya juga, dia yang waktunya habis banyak di Takalar pastilah akan merindukan rumah, leyeh-leyeh sama anak-istri, menikmati masakan rumah, dan duduk-duduk santai di teras sambil nyeruput kopi, ya kan ? itu teori. T-E-O-R-I.

Nyatanya, dalam berumah tangga, teori hanya seperti rempah lengkuas yang tinggal mengering di lapisan terbawah lemari pendingin. Kau lupa dia ada, karena garam dan gula lebih banyak memenuhi waktumu.

Apa yang saya lakukan untuk mencari perhatian? Saya mogok masak. Fiuuuuhhhh…..
Saya pikir, mogok masak seorang istri bisa mengguncang dunia. Ternyata saya salah besar, toh sekarang banyak warung makan, yang sedia lauk –pauk apalagi, dan parahnya suami saya ternyata jago masak. Habislah saya. Tapi yah namanya harga diri, saya tetap lanjutkan mogok masaknya.
4 hari berlalu dan kami berdamai, suami berjanji mengajak saya dan anak-anak berkemah ke Tampobulu. Luruhlah hati saya. katanya kita berangkat hari sabtu. Hati saya senang.

Tapi drama belum selesai. Hari sabtu ternyata si Suami ada agenda mendadak dengan tingkat prioritas tinggi. Kakak Fathi yang sudah terlanjur senang dengan rencana berkemah menjadi tantrum menagih janji. Saya kemudian membujuknya untuk mengganti berkemah di Tompobulu menjadi agenda makan burger di PTB. Alhamdulillah, dia mau menerima.

Malam hari, rencana ke PTB nyatanya harus batal lagi karena hujan deras.   

Malam itu, anak-anak membuat jarak dengan kami. Tatapan mata mereka seperti tatapan mata rakyat jelata yang melihat politikus yang selalunya mengumbar janji. Tahu rasanya ditatap begitu?  Perih.
Kami tidur dengan saling diam-mendiamkan. Drama masih berlanjut.

Ahad usai shalat subuh, Suami tiba-tiba nyeletuk : ‘De, hari ini kosong, agenda yang ke Gowa ternyata jatuhnya hari Rabu”

Hati saya langsung saja kerlap-kerlip. Kesempatan nih. Kata saya dalam hati. Saya mulai menganalisa tempat wisata yang dekat,  mengesankan, tempatnya nyaman, pemandangan oke buat foto-foto, dan penting : tidak menguras lembaran rupiah. Jatuhlah pada Taman Prasjarah Leang-leang Maros.

Daaannnnnn……  here are some pictures of greatest journey :























Nah, satu pelajaran : terkadang di balik foto bahagia seseorang, ada banyak drama yang tersembunyi di sana.
 ______________________
Tempat-tempat sederhana bisa membuatmu bahagia lebih dari apapun jika kau mendatanginya dengan hati.

Salam, Ummu fathi.


Masih dengan hati yang binar.