SG : Pinterest

Agak agaknya, saya terlalu sok pandai menerjemahkan romantisme Aisyah RA dan Rasulullah Saw.

Tulisan saya di beranda FB beberapa pekan lalu "Aisyah RA dan psikologi pengakuan" saya kira akan banyak menjadi sebab pembenaran untuk luka pasangan yang tidak dapat menjalani romantisme seperti itu. Saya telah menghapus postingan itu.

Mohon Maaf.

Tulisan saya kali ini adalah permintaan maaf atas dangkalnya pemahaman saya membaca sejarah, dan merefleksikannya dalam kehidupan kekinian.

Saya tidak tahu, atau mungkin saja hanya sekedar dibuai bahagia, sehingga saya menulis hal hal seperti itu. Nyatanya, kemudahan membagikan segala hal di medsos membuat kita lupa untuk menjaga diri, menjaga hati, menjaga perasaan.

Ini bukan hanya tentang diri kita, hati kita, perasaan kita, tapi ini juga tentang orang lain.

Bagaimanapun, ada orang yang mungkin ingin sebahagia pernikahan kita namun mereka tidak mampu. Karakter suami mereka bukan orang dengan romantisme yang nampak, suaminya mencintai dalam diam, tak ada foto mesra, tak ada perjalanan travelling yang menyenangkan, tak ada bahasa yang menggelora. Jangan jangan, kebahagiaan rumah tangga yang kita bagi di medsos membuat para istri dengan suami berkarakter seperti ini menjadi kufur pada suami mereka.

Astagfirullah. Astagfirullah... Wa atubu ilaih...

Sekali lagi, saya mohon maaf.

Setelah ini, semoga saya lebih bijak dalam menulis pandangan pandangan saya. Bukan hanya berdasar dari sudut pandang diri saya sendiri, tapi juga dampak besar yang akan mempengaruhi orang lain.

-----------------------
Rafiah Um.Fathi.
Ditulis dalam rasa salah nan malu.
Semoga Allah Swt membimbing saya dalam setiap rangkai kata yang dijejak tangan ini.