Terkadang ia adalah anugerah, pada posisi ini, saat sedang merasakan kesunyian, saya bersyukur masih dapat menunggu.
***
Kesunyian, mungkin telah menjadi sebuah keniscayaan hidup, pada beberapa episode yang kita jejaki dari waktu, akan ada kesunyian menyapa di sana, dan sunyi paling berat dalam hidup saya, dimulai setelah saya menikah. Di tiap pagi menjelang, mengantarnya melangkah keluar rumah, saya harus menghela nafas mengetahui bahwa rasa sunyi yang berkomplot dengan kehampaan akan bertahta di hati saya, hingga ia kembali pulang di malam hari.
Terlahir dengan dua kutub, begitulah manusia dicipta.
Kawan, sesungguhnya di antara tanda pemurahNya, adalah bahwa
Rabb-mu membagi kuasanya pada manusia, kuasa untuk memilih, sekali lagi
–m e m i
l i h-.
Maka diciptalah dua kutub dalam diri kita, kutub ‘fujur’
dan ‘taqwa’… buruk dan baik, agar kita memilih, akan jadi apa diri kita.
Bertemulah
kita pada hal yang kita inginkan tapi tidak menjadi milik kita, hal
yang kita benci namun amat dekat dalam hidup kita, mengharapkan ini lalu
mendapat itu, bertemu dengan hal yang kita bersembunyi darinya, dan
terkadang malah tidak menemukan apa yang kita cari....
“ de, jangan pernah berpikir tuk tinggalkan kakak…” ujarnya
suatu sore, saat sinar senja menyusup masuk dalam bingkai jendela, menerpa
wajah kami berdua yang sedang menikmati beningnya waktu.
“saya? Kenapa saya akan berfikir seperti itu?” rasa heran
menyerbuku.
“kakak takut ade tidak bisa bertahan, …” ujarnya pelan. Layu.
***
-Bertahan--, selalu membutuhkan alasan untuk itu. Mengapa seseorang
ingin bertahan pada sesuatu. Dan apa alasan saya sehingga yakin dapat bertahan
bersamanya sebagai “makmum” penikahan ini. Pertanyaan itu amat sangat sederhana. Saya mencintainya
dan dia, pun mencintai saya, meski dalam bahasa yang lain.
Aku masih berlari, meski terkadang karena letih aku harus
berjalan tertatih, tapi langkah gontaiku tak pernah sekalipun kuizinkan untuk
menyerah.
Hanya kali ini, aku berhenti melangkah, bukan…. Bukan karena
menyerah, tapi sesuatu menggodaku untuk memikirkan kemana langkahku selanjutnya
akan kubawa, bukankah mempertanyakan hidup adalah bagian dari hidup itu sendiri… ( kata siapa? ) heheh... “Hidup yang tidak pernah dipertanyakan, sesungguhnya adalah hidup yang tak pernah layak untuk diteruskan” .... ini yang dikatakan Socrates....
Menemukan kalimat ini dan merasa lapang karenanya, kubagi untuk kalian...
Al-Hasan bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma berkata,
“Barangsiapa yang bersandar kepada baiknya pilihan Allah untuknya, maka
dia tidak akan mengangan-angankan sesuatu (selain keadaan yang Allah
Ta’ala pilihkan untuknya). Inilah batasan (sikap) selalu ridha
(menerima) semua ketentuan takdir dalam semua